Ini bukanlah promosi percuma. Ini adalah kejujuran. Sesiapapun tidak menafikan kebijaksanaan. Apatah lagi pada sesebuah karya. Dan kebijaksanaan itu bergantung pula bagaimana penerimaan pembaca. Terkesan.
Membaca Laskar Pelangi membuatkan saya ketawa, saya kagum dan saya menangis. Inilah keanehan sesebuah hasil kreativiti. Laskar Pelangi sebuah kisah zaman kanak-kanak seperti sebuah pengalaman dalaman yang ada pada setiap kita. Latarnya di Belitong, di sekolah terpencil, namun pengalaman dalaman itu hanya dirasai pembaca. Sukar dimengerti dalam situasi yang perlu dengan kata-kata.
Andrea Hirata melanjutkan Laskar Pelangi lewat Sang Pemimpi. Lebih bertenaga dan berapi. Beberapa bulan kemudian lahir pula Edensor sebagai yang ketiga dalam siri tetraloginya. Saya belum habis membacanya dan khabarnya tetralogi ini sudah lengkap dan akan berada di pasaran novel yang keempat tidak lama lagi. Tahniah Andrea dan Bentang Pustaka. (Laskar Pelangi edisi Bahasa Melayu diterbitkan oleh PTS).
Novel-novel ini menyingkap tentang perjuangan dari sisi yang tersendiri, kemanusiaan yang telus, kasih yang dalam, persahabatan yang mulus. Kejujuran terpancar di mana-mana. Cuma bertanya di dalam diri kita, di mana kita berada?
Pada kulit luar Sang Pemimpi ada dipetik kata-kata Sasterawan Ahmad Tohari, "Andrea adalah jaminan bagi sebuah karya sastera bergaya saintifik dengan penyampian yang cerdas dan menyentuh". Manakala Prof Sapardi Djoko Damono, dari Universitas Indonesia menyebut karya Andrea sebagai metafora yang berani, tidak biasa, tidak terduga, kadang kala ngawur (tidak berdasar kebenaran), namun amat memikat.
Seorang bloger yang dikenali sebagai Muhammad Sulhanudin mengatakan, daya tarik yang menonjol dari karya-karya Andrea juga terletak pada kemungkinan yang amat luas dari eksplorasinya terhadap karakter dan peristiwa. Setiap paragraf yang disajikan seakan dapat berkembang menjadi sebuah cerpen, dan setiap bab mengandung letupan intelegensia, kisah, dan romantika untuk untuk dapat tumbuh menjadi buku tersendiri. Andrea tidak pernah kehilangan idea dan cerdik dalam melihat suatu fenomena dari sudut yang tidak pernah dilihat oleh orang lain. Setiap kalimatnya potensial. Ironi diolahnya menjadi jenaka, cinta pertama yang absurd menjadi mempesona, tragedi diparodikan, ilmu fizika, kimia, biologi dan astronomi diolah menjadi sastera.Telah banyak pujian dilontarkan atas kematangan karya maupun teknik menulis alumnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang mendapat biasiswa sarjana di Paris de University, Sorbonne, Perancis itu.
Begitulah. Kebijaksanaan dan kreativiti.
Saya boleh katakan, hanya mimpi, namun adakalanya boleh dicapai dengan kreativiti.
No comments:
Post a Comment